Bertani di Tengah Tantangan, Menanam Sayuran Tak Harus Kalah oleh Alam

Uploaded

Bertani di Tengah Tantangan, Menanam Sayuran Tak Harus Kalah oleh Alam

Dalam satu bulan terakhir, cuaca di wilayah Maluku Tenggara semakin sulit diprediksi. Hujan deras bisa turun di pagi hari, lalu berganti panas menyengat di sore yang sama. Bagi petani kondisi ini bukan sekadar ketidaknyamanan, namun tantangan nyata dalam menjaga tanaman tetap tumbuh sehat.  

Pak Baharudin, seorang petani dari keluarga tani di Ambon, merasakan langsung di lahan yang ia kelola. Ia sedang menanam cabai varietas Tangguh di atas tanah yang bukan hanya kering, tapi juga dipenuhi batu karang. Namun, keterbatasan lahan dan perubahan iklim tidak menyurutkan semangatnya.  

“Kalau dulu masih bisa kira-kira cuaca dari pola angin. Sekarang lebih sering meleset,” ujar beliau. “Tanaman bisa layu, busuk akar, atau malah berhenti tumbuh karena cuaca yang tak menentu.” 

Setiap hari, Pak Baharudin datang ke lahan membawa semangat yang sama, meski kondisi tak selalu mendukung. Ia tahu betul bahwa betul bahwa bertani di tanah karang bukan perkara mudah. Untuk membuat bedengan saja, butuh waktu dan tenaga ekstra. Tapi di balik setiap bedengan yang ia bentuk, tersimpan keyakinan bahwa hasil yang baik datang dari usaha yang konsisten.  

Namun ketekunan saja tidak cukup. Dalam beberapa tahun terakhir, Pak Baharudin mulai merasakan bahwa cara-cara lama yang ia warisi dari orang tuanya tidak lagi mampu sepenuhnya menjawab tantangan baru di lapangan. Di sinilah peran YBTS hadir membawa perubahan.  

Meski terbiasa dengan praktik bertani tradisional, Pak Baharudin menyadari bahwa cara lama tidak selalu cukup menghadapi tantangan aman. Itulah mengapa ia bersyukur bisa mengikuti program pendampingan dari Technical Field Officer (TFO) YBTS. Melalui pelatihan yang diberikan, ia mulai mengenal Praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices) dan belajar cara bertani yang lebih efisien dan berkelanjutan.  

Kunjungan oleh Asisten Manajer, Team Leader, dan TFO di lahan Pak Baharudin.

“Saya belajar banyak dari YBTS. Sekarang saya tahu kenapa cara menanam yang benar itu penting, bukan asal tanam saja,” ujarnya.  

Ia kini mulai menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas yang sesuai musim, dan lebih berhati-hati dalam penggunaan pupuk maupun pestisida. Selain itu, ia juga harus membaca pasar, karena hasil panen di Tual harus bersaing dengan komoditas dari Ambon dan pulau-pulau sekitarnya. 

“Kalau kita tidak menyesuaikan dengan pasar, bisa rugi. Jadi sekarang tanamnya harus direncanakan, bukan sekadar kebiasaan,” ucapnya.  

Sebelumnya, Pak Baharudin berhasil memanen jagung dari lahan seluas 500 meter persegi. Hasilnya tidak hanya memuaskan dari segi jumlah, tapi juga harga. Pedagang langgangan bahkan datang langsung ke lokasi untuk membeli. Keberhasilan ini memberinya motivasi untuk terus mengembangkan budidaya sayurannya.  

Kini, dengan pengetahuan yang lebih lengkap dan pendekatan yang lebih terencana, Pak Baharudin tidak hanya bertahan sebagai petani, tapi juga tumbuh menjadi lebih adaptif. Ia menggabungkan pengalaman hidup dengan ilmu baru, menjaga tradisi sambil membuka diri pada inovasi.  

Di tengah cuaca yang sulit ditebak, lahan yang keras, dan tantang pasar yang terus berubah, Pak Baharudin tetap menanam. Bukan hanya cabai dan jagung yang ditanamnya, tapi juga menanam harapan untuk bisa tumbuh dan berkembang. 

Pak Bahrudin dan tim YBTS tetap senang dan bersyukur meskipun cuaca tak menentu dan kondisi tanah yang luar biasa.

Other Mata Pencaharian Terpadu